Aqiqah Madinah – Sejumlah masyarakat menyimpulkan bahwa orang yang belum menunaikan Aqiqah dikatakan tidak boleh menunaikan ibadah qurban sebelum ia memenuhi kewajibannya untuk beraqiqah terlebih dahulu. Namun, apakah pendapat itu benar? Berikut penjelasan yang telah dirangkum dari mediaindonesia.com

Waktu menunaikan qurban

Orang yang belum melaksanakan aqiqah dan dia sudah lewat baligh, hukumnya tetap boleh untuk menunaikan ibadah qurban dan qurbannya tersebut dikatakan sah. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki hukum sunnah. Terlebih lagi, aqiqah tidaklah menjadi syarat sah dalam melaksanakan ibadah qurban.

Hanya saja, jika kita diberikan rezeki lebih dan kemampuan untuk berqurban lebih baik mana yang didahulukan? Apabila waktunya telah mendekati Idul Adha, alangkah baiknya jika kita mendahulukan qurban. Hal ini karena waktu berqurban terbatas, yakni hingga akhir hari tasyrik (13 Zulhijah). Namun, jika tidak, silakan beraqiqah.

Imam Nawawi–yang wafat pada 676 H–mengatakan:

ويدخل وقتها إذا ارتفعت الشمس كرمح يوم النحر ثم مضى قدر ركعتين وخطبتين خفيفتين ويبقى حتى تغرب آخر التشريق

Dan waktu qurban dimulai sejak meningginya matahari seukuran tombak pada Hari Nahr (Idul Adha). Waktunya terus berlanjut hingga ukuran lama salat 2 rakaat dan 2 khutbah yang ringkas hingga terbenamnya matahari di akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah).

Waktu menunaikan aqiqah

Sedangkan waktu untuk melaksanakan aqiqah terbatas sejak lahir hingga baligh. Jika sudah lewat baligh, waktunya tidak terbatas.

Berkata Syamsuddin ar-Romli yang wafat pada 1004 H:

وَإِذَا بَلَغَ بِلَا عَقٍّ سَقَطَ سِنُّ الْعَقِّ عَنْ غَيْرِهِ، وَهُوَ مُخَيَّرٌ فِيهِ عَنْ نَفْسِهِ

Dan jika seseorang belum aqiqah hingga baligh, gugurlah kesunahan aqiqah bagi selain dirinya (orangtua atau walinya). Sedangkan dia sendiri boleh memilih untuk mengaqiqahi dirinya sendiri atau tidak.

Syaikh Sa’id Ba’isyan yang wafat pada 1270 H berkata:

(ثم) بعد البلوغ يسقط الطلب عمن خوطب به، ويسن له أن (يعق عن نفسه)؛ تداركاً لما فات

(Kemudian) setelah baligh, gugurlah kesunahan dari orang yang diminta dan tetap disunahkan bagi dirinya untuk mengaqiqahi dirinya sendiri mengerjakan yang telah terlewat.

Karena itu, pengasuh Fiqhgram Abu Hārits Al-Jāwi menyampaikan:

ما كان وقته مضيقا مقدم على ما كان وقته موسعا

Sesuatu yang waktunya terbatas lebih didahulukan dibandingkan yang waktunya luas.

Maka dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, karena hukum aqiqah dan qurban hanya sunah, keduanya tidak saling membatalkan. Keduanya sunah yang dianjurkan dilakukan jika mampu dan boleh ditinggalkan apabila kita tidak mampu menunaikannya.

Wallahu’alam.

Sumber gambar: https://www.kilat.com/

Penulis: Elis Parwati