Aqiqah Madinah – Sebagai orang tua, penting bagi kita untuk mendidik anak-anak kita agar melakukan berbagai ketaatan sejak usia dini.

Namun meskipun demikian, kita juga harus memahami bahwa anak-anak tetaplah anak-anak, dengan dunia mereka sendiri yang perlu dipahami. Oleh karena itu, dalam mengajarkan ibadah dan ketaatan kepada mereka, kita harus memperhatikan kemampuan anak agar mereka tidak merasa terbebani.

Ketika kita mengajak anak melakukan ketaatan, kita perlu melihat sejauh mana kemampuan mereka, dan tidak memberikan beban yang melebihi kemampuan mereka.

Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Quran surat Al-Baqarah (2) ayat 286,

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا

Artinya : “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan kita untuk tidak membebani orang lain di luar kemampuannya. Beliau bersabda,

وَلاَ تُكَلِّفُوهُمْ مَا يَغْلِبُهُمْ فَإِنْ كَلَّفْتُمُوهُمْ فَأَعِينُوهُمْ

“Dan janganlah kalian membebani mereka atas beban yang mereka tidak sanggup. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Bukhari no. 30 dan Muslim no. 1661)

An-Nawawi rahimahullah menyatakan bahwa para ulama sepakat bahwa tidak boleh membebankan seseorang dengan tugas yang melebihi kemampuannya. Jika demikian, maka orang tersebut harus dibantu untuk menyelesaikan tugas tersebut.

أَجْمَعُ العُلَمَاءِ عَلَى أَنَّهُ لَا يَجُوْزُ أَنْ يُكَلِّفَهُ مِنْ العَمَلِ مَالَا يُطِيْقُهُ فَإِنْ كَانَ ذَلِكَ لَزِمَهُ إِعَانَتَهُ بِنَفْسِهِ أَوْ بِغَيْرِهِ

“Para ulama sepakat bahwa tidak boleh membebaninya (budak, pembantu –pen) suatu pekerjaan yang dia tidak sanggup. Jika demikian (beban tersebut di luar kemampuannya -pen), maka Anda sendiri yang membantunya atau Anda meminta orang lain membantunya.” (Al Minhaj Syarh Shohih Muslim, VI/135)

Jika hal ini berlaku bagi orang dewasa, maka lebih penting lagi bagi kita untuk memperhatikan kemampuan anak-anak. Sebagai contoh, saat kita mengajarkan anak untuk membantu dalam tugas rumah tangga seperti mencuci pakaian, kita harus meminta mereka melakukan bagian yang sesuai dengan kemampuan mereka, misalnya menaruh pakaian kotor di tempat cucian.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan contoh yang baik dalam memperhatikan kemampuan orang di sekitar kita. Nafi’ (murid Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma) meriwayatkan dari kisah gurunya,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُدٍ لِلْقِتَالِ قَالَ وَأَنَا ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِى قَالَ ثُمَّ عَرَضَنِى يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِى

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari mengecek barisan pasukan pada perang Uhud. Ibnu ‘Umar mengatakan, “Ketika itu aku berusia 14 tahun.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkanku (untuk ikut perang -pen). Kemudian beliau mengecek barisan pasukan pada perang Khondaq, ketika itu aku berusia 15 tahun dan beliau pun mengizinkanku (untuk ikut perang –pen).” (HR. Bukhari no. 2664)

Ketika Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma ingin ikut berjihad, beliau tidak mengizinkannya karena masih dianggap belum layak. Ini menunjukkan bahwa kita harus memperhatikan kemampuan dan kesiapan seseorang sebelum memberikan tanggung jawab kepada mereka.

Demikian pula, ketika anak kita masih kecil dan ingin melakukan hal-hal seperti shalat di masjid, kita harus mempertimbangkan apakah mereka sudah siap untuk itu. Kita harus memperhatikan kemungkinan masalah yang bisa timbul jika kita memaksakan mereka untuk melakukan hal tersebut, seperti menangis atau mengganggu jamaah. Dan masih banyak contoh lainnya yang bisa kita analogikan sendiri.

Perhatikanlah kemampuan anak-anak kita dalam segala hal, dan berikan mereka beban yang sesuai dengan kemampuan mereka. Dengan demikian, kita dapat membimbing mereka dengan bijaksana menuju ketaatan dan kesuksesan.

Sumber gambar: superkidz.id

Penulis: Elis Parwati