Aqiqah, salah satu dari sekian banyak amalan yang disunnahkan oleh Rasulullah SAW kepada Umat-Nya yang harus dilaksanakan yang mampu untuk melaksanakannya. Saat rambut tersebut akan dicukur, maka disembelihkan kambing, maka kambing yang disembelih saat mencukur rambut bayi tersebut disebut dengan Aqiqah. Diriwayatkan dalam Hadist Abu Daud, Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدُبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « كُلُّ غُلاَمٍ رَهِينَةٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُحْلَقُ وَيُسَمَّى
Artinya: “Setiap anak tergadai dengan Aqiqahnya, maka disembelihkan untuknya pada hari ke-tujuh, dicukur rambutnya dan diberi nama”. (HR. Abu Daud).
Lalu, pelaksanaan Ibadah Aqiqah merupakan tanggung jawab siapa dan terhadap siapa ya? Apakah Aqiqah adalah tanggung jawab seorang ayah terhafap anaknya? Apakah seorang anak dapat melaksanakan Aqiqah untuk dirinya sendiri setelah Ia beranjak dewasa?
Jika kita melihat Mazhab Hanbali dan Maliki, orang yang melaksanakan Aqiqah hanyalah seorang ayah saja terhadap anaknya. Dan sebaliknya, seorang anak pun tidak diperkenankan untuk melaksanakan Aqiqah untuk dirinya sendiri saat ia beranjak dewasa. Tetapi, tidak semua kelompok Ulama yang bermazhab Hanbali sepakat dengan pernyataan tersebut, ada pula yang berpendapat bahwa seseorang boleh meng-aqiqah-kan dirinya sendiri, jika ia ingin melakukannya.
Karena Aqiqah tidak ada Batasan kapan waktu untuk dilaksanakannya, dan aqiqah pun tidak hanya dapat dilakukan saat masih kecil saja, seorang Ayah pun dapat meng-Aqiqah kan anaknya setelah mereka Aqil Baligh. Wallahu’alam bishawab.